PPPI 9 Analisis Discounted Cash Flow

Panduan Praktek Penilaian Indonesia 9
(PPPI 9)
Analisis Discounted Cash Flow

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan yang tercantum dalam Pendahuluan ataupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0 Pendahuluan
  1. Analisis Discounted Cash Flow (DCF) adalah teknik pembuatan model keuangan yang didasarkan pada asumsi mengenai prospek pendapatan dan biaya atas suatu properti atau usaha. Pembuatan asumsi tersebut berkaitan dengan kuantitas, kualitas, variabilitas, waktu serta durasi arus kas masuk dan arus kas keluar yang didiskontokan ke nilai kini. Analisis DCF yang dilakukan dengan data serta tingkat diskonto yang tepat dan mendukung adalah salah satu metode penilaian yang dapat diterima dalam pendekatan pendapatan. Penerapan analisis DCF secara luas antara lain disebabkan oleh kemajuan teknologi komputer. Analisis DCF diterapkan dalam penilaian real properti, bisnis dan aktiva tidak berwujud; dalam analisis investasi; dan sebagai prosedur akuntansi untuk mengestimasi nilai dalam penggunaan. Penggunaan analisis DCF telah meningkat terutama dalam sektor penilaian institusi, properti investasi dan bisnis dan sering dipersyaratkan oleh pemberi tugas, penjamin emisi, penasehat dan pengelola keuangan, dan manajer portofolio investasi.
  2. Penilaian DCF seperti penilaian berdasarkan pendapatan lainnya, didasarkan pada analisis data historis dan asumsi mengenai kondisi pasar di masa yang akan datang terhadap penawaran (supply), permintaan (demand), pendapatan, biaya, dan potensi resiko. Asumsi ini mempertimbangkan kemampuan penghasilan dari properti atau usaha di mana pendapatan dan pengeluarannya diproyeksikan.
  3. Tujuan dari PPPI ini adalah untuk menjelaskan KPUP, pedoman praktek yang terbaik dan ukuran uji tuntas (due diligence) yang perlu diikuti Penilai dalam penggunaan analisis DCF untuk penilaian pasar dan non pasar, selain itu juga untuk membedakan aplikasi analisis DCF dalam dua tipe penugasan penilaian yang berbeda antara dasar penilaian pasar dan non pasar.
2.0 Ruang Lingkup
  1. PPPI ini diterapkan untuk penilaian pasar dan non pasar yang dilakukan dengan menggunakan analisis DCF dan juga menjelaskan struktur dan komponen model DCF serta persyaratan laporan penilaian atas dasar analisis DCF.
  2. Ruang lingkup PPPI ini meliputi kewajaran dan dukungan dari asumsi yang digunakan dalam analisis DCF. Asumsi yang dibuat dalam penilaian akan mempengaruhi kesimpulan nilai. Dalam kaitannya dengan KEPI, semua asumsi yang mendasari penilaian harus wajar, mungkin serta dapat dipertahankan.
3.0 Definisi
  1. Tingkat diskonto adalah tingkat pengembalian yang digunakan untuk mengkonversikan jumlah arus kas yang dikeluarkan atau diterima di masa yang akan datang menjadi nilai kini. Secara teori, tingkat diskonto harus merefleksikan ‘opportunity cost’ dari modal, yaitu tingkat pengembalian modal yang dapat diperoleh atau dihasilkan apabila ditempatkan untuk penggunaan lain dengan resiko yang sama.
  2. Analisis Discounted Cash Flow (DCF) merupakan suatu teknik pembuatan model keuangan yang didasarkan pada asumsi prospek arus kas suatu properti atau usaha. Sebagai metode yang dapat diterima dalam pendekatan pendapatan, analisis DCF melibatkan proyeksi arus kas untuk suatu periode baik untuk menilai properti operasional, properti dalam pengembangan atau bisnis. Proyeksi arus kas tersebut memerlukan diskonto pasar yang berlaku saat ini untuk mendapatkan indikasi nilai kini dari arus kas dalam kaitannya dengan properti atau bisnis. Dalam hal penilaian properti operasional, arus kas secara berkala pada umumnya diestimasikan sebagai pendapatan kotor dikurangi kekosongan dan piutang tak tertagih, serta biaya operasional. Pendapatan operasional bersih dalam suatu periode bersama dengan estimasi nilai akhir (terminal value/exit value) pada akhir periode proyeksi, kemudian didiskonto. Dalam hal penilaian properti dalam pengembangan, estimasi modal, biaya pengembangan dan pendapatan penjualan diestimasikan untuk mencapai sejumlah pendapatan bersih yang kemudian didiskonto selama periode pengembangan dan periode pemasaran. Dalam hal penilaian bisnis, estimasi arus kas dalam suatu periode dan nilai dari bisnis pada akhir periode proyeksi, didiskontokan. Aplikasi analisis DCF yang paling sering digunakan adalah Nilai Kini (Present Value), Nilai Kini Bersih (Net Present Value) dan Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return) dari arus kas.
  3. Model Keuangan. Merupakan sebuah proyeksi pendapatan arus kas berkala atas suatu bisnis atau properti sebagai dasar ukuran perhitungan pengembalian keuangan. Proyeksi pendapatan atau proyeksi arus kas disajikan melalui model keuangan yang mempertimbangkan hubungan historis antara pendapatan, biaya, dan pengeluaran modal serta proyeksi dari variabel tersebut. Model keuangan juga digunakan sebagai perangkat manajemen untuk menguji ekspektasi kinerja properti, untuk mengukur integritas dan stabilitas model DCF atau sebagai metode untuk membuat replika langkah-langkah yang diambil investor dalam membuat keputusan yang melibatkan penjualan, pembelian atau masa kepemilikan dari suatu properti atau bisnis.
  4. ingkat pengembalian internal (IRR) merupakan tingkat diskonto yang sama dengan nilai kini dari arus kas bersih suatu proyek dengan nilai kini dari investasi modal (capital investment). Tingkat pengembalian tersebut adalah tingkat dimana Nilai Kini Bersih (Net Present Value) sama dengan nol. IRR mencerminkan baik pengembalian modal yang diinvestasikan maupun pengembalian investasi awal, sebagai dasar pertimbangan bagi investor potensial. Oleh karena itu, penentuan IRR dari analisis transaksi pasar terhadap properti yang sejenis yang memiliki pola pendapatan yang sebanding merupakan suatu metode yang sesuai dalam menentukan tingkat diskonto pasar dalam penilaian untuk mendapatkan Nilai Pasar.
  5. Analisis Investasi adalah suatu kajian yang dilakukan untuk pengembangan dan investasi, evaluasi kinerja investasi atau analisis transaksi yang melibatkan properti investasi. Analisis investasi sering disebut sebagai studi kelayakan, analisis pasar atau analisis marketabilitas atau studi proyeksi keuangan.
  6. Nilai Kini Bersih (NPV) adalah ukuran selisih antara pendapatan atau arus kas masuk dengan biaya atau arus kas keluar yang telah didiskonto, dalam analisis DCF. Penilaian dilakukan untuk memperoleh Nilai Pasar, dimana penerimaan, pengeluaran dan tingkat diskonto diperoleh dari data pasar yang berlaku saat ini. NPV yang dihasilkan harus menjadi indikasi Nilai Pasar bagi pendekatan pendapatan.
4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi
  1. Proses Diskonto merupakan prosedur standar yang digunakan oleh akuntan dalam mempertimbangkan nilai uang dalam waktu.
  2. Standar Akuntansi Internasional (IAS 36 butir 31) menggambarkan prosedur diskonto untuk mengestimasi Nilai Dalam Penggunaan suatu aktiva. Estimasi Nilai Dalam Penggunaan melibatkan : a) estimasi pendapatan di masa yang akan datang dan pengeluaran yang didapatkan dari kelangsungan penggunaan aktiva dan dari nilai akhir aktiva dan b) penerapan tingkat diskonto yang tepat untuk arus kas di masa yang akan datang.
  3. Standar Akuntansi Internasional (IAS 36 butir 55) menyatakan bahwa tingkat diskonto seharusnya sebelum pajak yang merefleksikan kondisi pasar sekarang dari a). nilai uang dalam waktu ; dan b). resiko tertentu terhadap aktiva dimana estimasi arus kas di masa yang akan datang belum disesuaikan. Selain itu ukuran pendapatan atau arus kas lainnya mungkin digunakan sepanjang tingkat diskonto disesuaikan dengan arus pendapatan.
5.0 Panduan Penerapan
  1. Model Discounted Cash Flow (DCF) disusun untuk jangka waktu atau periode tertentu. Dalam analisis real properti, meskipun hal-hal seperti evaluasi sewa, pembaharuan sewa, pembangunan kembali, atau perbaikan dapat mempengaruhi jangka waktu analisis, namun jangka waktu ini umumnya dipengaruhi oleh perilaku pasar sebagai karakteristik tipe properti dan sektor pasarnya. Sebagai contoh, jangka waktu analisis investasi properti biasanya antara 5 dan 10 tahun. Bagaimanapun, Penilai seharusnya sepenuhnya memahami implikasi dari jangka waktu proyeksi (holding period) yang berbeda, misalnya jangka waktu yang pendek membuat kesimpulan penilaian lebih tergantung kepada estimasi nilai akhir (terminal value).
    Frekuensi penerimaan dan pengeluaran (bulanan, kuartalan, tahunan) harus ditentukan berdasarkan pasar. Sebagaimana metode lainnya yang dapat diterima, arus kas penerimaan dan pengeluaran harus wajar dan didukung dengan memadai. Set off
    Tingkat diskonto yang sesuai harus diterapkan pada arus kas. Apabila frekuensi titik waktu yang dipilih adalah kuartalan, maka tingkat diskonto harus merupakan angka kuartalan efektif dan bukan angka nominal. Karena setiap periode waktu dalam arus kas pada kenyataannya dimulai dari titik waktu, Penilai harus berusaha menempatkan arus kas pada titik waktu yang tepat dalam proyeksi arus kas. Seringkali frekuensi arus kas ditentukan oleh titik waktu dimana sewa diperoleh. Apabila kejadian yang lain terjadi dengan frekuensi yang lebih sering, Penilai harus memutuskan apakah apakah akan dimasukkan pada titik waktu sebelum atau setelah kejadian tersebut sebenarnya terjadi. Pengeluaran/biaya mungkin ditempatkan pada titik waktu akuntansi dan bukan pada saat kejadian tersebut terjadi. Solusi yang paling tepat adalah memiliki frekuensi arus kas yang sesuai dengan waktu terjadinya aspek yang paling sering terjadi dari arus kas periodik.
    Periode awal (interval waktu) dari studi arus kas real properti disebut sebagai periode) dan periode ini tidak didiskontokan. Seluruh arus kas masuk atau keluat yang diharapkan terjadi dalam periode waktu ini seharusnya dimasukkan dalam periode ). Pendapatan bersih atau biaya dapat ditempatkan dalam periode 0 dan seharusnya dimasukkan dalam periode ini jika penerimaan atau pengeluaran tunai terjadi dalam periode ini. Sebagai contoh, banyak properti investasi menerima pendapatan secara bulanan. Karenanya, apabila digunakan interval tahunan, pendapatan bersih yang diterima di tahun awal harus ditempatkan dalam periode 0, mengabaikan apakah periode kalkulasi yang diambil berada di awal atau akhir.
    Pemilihan metode kalkulasi nilai akhir/terminal value/exit value tergantung kepada praktek dari pasar properti yang dinilai, dimana umumnya mewakili estimasi Nilai Pasar dari properti pada tanggal penjualan (termination date). Penilai harus merefleksikan praktek pasar ini dan mengungkapkan secara menyeluruh metode yang dipilih dan penerapannya. Nilai Pasar dipahami sebagai nilai kini dari manfaat kepemilikan di masa depan. Sehingga , untuk properti investasi, hal ini berarti arus kas/nilai pada titik waktu dari penilaian pada saat penjualan (atau tergantung dari metode yang diambil, setelah tanggal nilai akhir/terminal value) seharusnya digunakan dan bukan angka pada periode sebelumnya. Nilai akhir/terminal value/exit value dapat didasarkan kepada proyeksi dari pendapatan bersih untuk tahun setelah tahun terakhir dalam analisis DCF.
    Sebagaimana komponen lainnya dalam analisis DCF, tingkat diskonto seharusnya merefleksikan data pasar, yaitu tingkat diskonto yang ditentukan berdasarkan pasar. Tingkat diskonto seharusnya dipilih dari properti atau bisnis pembanding di pasar. Agar properti tersebut sebanding, maka pendapatan, biaya, resiko, inflasi, tingkat pengembalian riil dan proyeksi pendapatan dari properti pembanding harus sama dengan properti yang dinilai.
    • Perhitungan nilai kini dari arus kas, umumnya dihitung menggunakan tingkat diskonto yang tepat untuk setiap jenis arus kas. Apabila interval yang digunakan adalah bulanan atau harian, tingkat diskonto tahunan harus disesuaikan menjadi tingkat diskonto ekivalen dan efektif untuk interval waktu yang dipilih. Nilai akhir didapatkan dengan kapitalisasi menggunakan tingkat kapitalisasi akhir dan didiskontokan menjadi nilai kini dengan tingkat diskonto yang sesuai. Dalam berbagai contoh tingkat diskonto tunggal digunakan untuk semua arus kas.
    • Arus kas dan harga penjualan dari properti pembandingdianalisis untuk mendapatkan tingkat diskonto pasar atau tingkat pengembalian internal (IRR).
    • Model arus kas DCF dapat dibangun dengan dasar sebelum atau setelah pajak, sebelum atau setelah pembiayaan hutang, dalam bentuk riil (setelah inflasi atau deflasi indeks biaya) atau nominal. Tingkat diskonto karenanya akan didasarkan kepada asumsi arus kas tersebut. Analisis bukti pasar untuk menentukan tingkat diskonto atau arus kas harus didasarkan kepada asumsi yang sama.
  2. Sesuai dengan KEPI, adalah wajib bagi Penilai untuk mengidentifikasikan komponen-komponen dalam analisis DCF termasuk sebagai berikut :
    • Periode proyeksi di mana tanggal dimulainya arus kas dan jumlah serta jangka waktu periode ditentukan.
    • Komponen arus kas penerimaan dan pengeluaran dikelompokkan berdasarkan kategori dan alasan pemilihannya.
      • Untuk penilaian real properti, dalam hal properti sudah terbangun atau selesai, arus kas penerimaan mencakup pendapatan dari sewa dan biaya servis yang disesuaikan untuk penagihan, insentif dan kerugian kekosongan, dan dalam hal properti pengembangan dengan pendapatan dari penjualan, disesuaikan untuk biaya penjualan.
      • Untuk penilaian real properti, arus kas pengeluaran mencakup biaya tetap dan variabel, cadangan penggantian/dana pembaharuan, dan belanja modal, apabila sesuai; untuk properti pengembangan, biaya langsung (hard cost) dan biaya tidak langsung (soft cost) harus diidentifikasikan.
      • Untuk penilaian usaha, arus kas biasanya menyertakan semua pendapatan dan pengeluaran, baik untuk operasional maupun investasi. Arus kas terdiskonto menggambarkan uang yang dapat dialihkan dari bisnis oleh investor dengan tetap meninggalkan dana kas yang cukup untuk pendanaan operasional dan pertumbuhannya.
    • Pembiayaan dengan pinjaman/hutang (pembayaran bunga dan pokok) untuk setiap periode dan tingkat bunga efektif per tahun di mana bunga secara berkala dihitung, apabila sesuai;
    • Arus kas bersih untuk setiap periode (jumlah penerimaan dikurangi jumlah pengeluaran).
    • Tingkat diskonto yang diterapkan pada arus kas bersih dengan menyatakan alasan yang mendukung pilihannya.
    • Tingkat kapitalisasi (terminal capitalization rate) yang diterapkan untuk menghitung nilai akhir/terminal value/exit value dan alasan pemilihannya.
    • Daftar seluruh asumsi yang mendasari analisis.
  3. Analisis DCF menggunakan seluruh bukti pasar yang tersedia dan biasanya merefleksikan proses berpikir, ekspektasi dan persepsi investor dan pelaku pasar lainnya. Sebagai teknik proyeksi, analisis DCF tidak seharusnya dipertimbangkan berdasarkan basis bahwa proyeksi DCF secara spesifik dapat direalisasikan atau tidak tetapi lebih kepada tingkat dukungan pasar terhadap proyeksi DCF pada saat penilaian dilakukan.
    • Apabila DCF digunakan untuk mengembangkan estimasi Nilai Pasar, penilaian harus memenuhi seluruh kriteria untuk estimasi Nilai Pasar seperti yang ditetapkan pada SPI1.
  4. Jika Pemberi Tugas memberikan kepada Penilai persyaratan tertentu yang tidak berhubungan dengan persyaratan untuk estimasi Nilai Pasar seperti jangka waktu, persyaratan pembiayaan, pajak atau tingkat diskonto, estimasi nilai yang dihasilkan harus dipertimbangkan sebagai bukan Nilai Pasar. Hasilnya adalah estimasi nilai investasi yang spesifik berdasarkan asumsi yang digunakan dan bukan estimasi Nilai Pasar.
  5. Analisis DCF mungkin juga digunakan untuk menguji validitas pandangan konvensional dengan analisis terhadap asumsi yang beragam. Hasil dari analisis sensitifitas ini adalah nilai investasi.
    • Jika DCF digunakan dengan cara ini, hasilnya seharusnya diidentifikasi sebagai bukan Nilai Pasar dan penilaian seharusnya memenuhi seluruh kriteria untuk penilaian bukan pasar seperti yang ditetapkan dalam SPI 2.
  6. Penilai seharusnya melaksanakan riset yang memadai untuk meyakinkan bahwa proyeksi arus kas dan asumsi yang mendasari model DCF adalah sesuai dan wajar untuk pasar dari properti yang dinilai.
    • Sebagai contoh, analisis setiap sewa untuk mendukung proyeksi arus kas dari properti dengan banyak penyewa harus mengkaji sewa berdasarkan kontrak yang berjalan dan sewa pasar, tanggal berakhirnya sewa dan evaluasi sewa, klausul pengenaan biaya apakah diteruskan pembebanannya atau ditagih kembali (pass-throughs/recoverable), insentif sewa, biaya penyewaan, cadangan kekosongan, belanja modal dan ketentuan khusus lainnya yang diterapkan.
    • Asumsi pertumbuhan dan penurunan pendapatan harus didasarkan pada analisis ekonomi dan kondisi pasar. Perubahan dalam biaya operasional seharusnya merefleksikan seluruh kecenderungan pengeluaran dan kecenderungan khusus untuk pengeluaran yang signifikan.
    • Hasil dari analisis DCF harus dievaluasi dan diperiksa untuk kemungkinan kesalahan dan kewajarannya.
  7. Untuk menentukan tingkat diskonto dan kapitalisasi akhir, Penilai menggunakan beberapa sumber data dan informasi real estat dan pasar modal. Sebagai tambahan untuk data pendapatan dan penjualan dari properti atau bisnis pembanding, survey mengenai opini investor dan tingkat pengembalian berguna dalam pemilihan tingkat diskonto dengan asumsi pasar untuk properti yang dinilai konsisten dengan pasar dari properti yang dibeli oleh investor yang menjadi data survey.
  8. Penilai bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa input dalam proyeksi DCF telah sesuai dengan bukti pasar dan prediksi pasar yang ada. Selanjutnya, Penilai yang mengawasi penyusunan model DCF atau pemilihan model yang sesuai bertanggung jawab atas integritas model dalam hal kebenaran teoritis dan matematis, besaran arus kas dan kewajaran dari seluruh input. Penilai harus memiliki pengalaman yang sesuai dan pemahaman pasar dalam mengembangkan arus kas dan menyediakan input lainnya dalam model DCF.
  9. Dalam melaporkan hasil analisis DCF, Penilai harus mengikuti persyaratan KEPI dan SPI 3 Pelaporan Penilaian.
    • Pengungkapan harus dibuat dengan kondisi yang disyaratkan dalam SPI 3, butir 5.1.10, 7.0 dan 8.2.3.
    • Pada analisis DCF melekat asumsi eksplisit yang digunakan sebagai input dalam analisis. Untuk membuat pengguna jasa penilaian dapat membuat replika model, Penilai harus mengungkapkan asumsi dan alasan penggunaannya dalam pengembangan model DCF. Dalam penilaian real properti, hal tersebut termasuk namun tidak terbatas pada :
      • tanggal mulai, jangka waktu/periode dan frekuensi yang digunakan dalam model.
      • proyeksi sewa dan pendapatan lain dan tingkat dimana pendapatan diproyeksikan berubah.
      • proyeksi pengeluaran operasional dan tingkat dimana pengeluaran diproyeksikan berubah.
      • perlakuan pada saat akhir masa sewa/biaya pengakhiran, cadangan kekosongan dan tagihan yang tak tertagih.
      • Tingkat diskonto dan tingkat kapitalisasi akhir.
    • Penilai harus :
      • mengindikasikan tingkat bunga efektif per tahun apabila bunga periodik diperhitungkan, dimana pembiayaan hutang (pembayaran bunga dan pokok) adalah komponen arus kas periodik yang diproyeksikan;
      • menentukan tingkat pajak yang digunakan, apabila sesuai;
      • menjelaskan alasan untuk adanya insentif sewa; apabila sesuai;
      • menjelaskan perlakuan terhadap belanja modal yang terjadi dalam akuisisi atau pengembangan properti atau aktiva bisnis.
      • menjelaskan dasar penentuan tingkat kapitalisasi (terminal capitalization rate) dan tingkat diskonto yang diterapkan.
      • mengidentifikasikan pembuat dari model DCF atau perangkat lunak yang digunakan (nama produk dan versi); menjelaskan metode dan asumsi yang digunakan dalam model; menetapkan tanggal dimana model dikembangkan dan digunakan.

Related Posts:

1 komentar:

herlansyah mengatakan...

Kalau ada contoh soal kasus HBU, Penilaian HBU