PPPI 4 Penilaian Aset Tak Berwujud

Panduan Praktek Penilaian Indonesia 4
(PPPI 4)
Penilaian Aset Tak Berwujud

Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan yang tercantum dalam Pendahuluan ataupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian


1.0 Pendahuluan
  1. PPPI ini diadopsi agar penilaian aset tak berwujud dilaksanakan oleh para penilai dengan lebih konsisten dan lebih berkualitas sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa penilaian.
  2. Penilaian aset tak berwujud biasanya menggunakan Nilai Pasar sebagai dasar penilaian dengan menerapkan SPI 1. Sedangkan untuk penerapan Dasar Penilaian selain Nilai Pasar harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai dengan SPI 2.
  3. Secara umum, untuk penilaian aset tak berwujud menerapkan konsep, proses dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian-penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan yang berbeda dan perlu penjelasan apabila digunakan. Beberapa definisi penting yang digunakan dalam penilaian aset tak berwujud dikemukakan dalam panduan ini.
  4. Penilai dan pengguna jasa penilaian hendaknya berhati-hati dalam membedakan antara nilai aset tak berwujud secara individual dan yang dapat diidentifikasi dengan pertimbangan-pertimbangan untuk bisnis yang sedang berjalan, termasuk memperhitungkan hak atas real properti dalam penilaiannya. Sebagai contoh adalah penilaian properti yang memiliki potensi perdagangan/ bisnis atau dikenal sebagai Properti dengan Bisnis Khusus (lihat PPPI 15).
2.0 Ruang Lingkup
  1. Panduan ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun penggunaan penilaian aset tak berwujud.
  2. Sebagai tambahan terhadap hal-hal yang umum terdapat pada panduan lainnya dalam SPI, panduan ini memuat pembahasan yang lebih luas mengenai penilaian aset tak berwujud. Termasuk berbagai hal yang biasanya terkait dalam penilaian aset tak berwujud dan dasar perbandingan dengan jenis-jenis penilaian lainnya, namun pembahasan ini tidak dianggap sebagai keharusan atau batasan kecuali dicantumkan dalam SPI.
  3. Dikarenakan prinsip-prinsip penilaian yang bersifat mendasar lainnya, SPI juga diterapkan dalam penilaian aset tak berwujud. Panduan ini hendaknya dipahami dan diterapkan secara bersama-sama dengan bagian lain dari SPI.
3.0 Definisi
  1. Nilai Buku
    • Dari sisi aset, merupakan biaya perolehan aset yang dikapitalisasi dikurangi akumulasi penyusutan, deplesi atau amortisasi yang terlihat pada laporan keuangan dari suatu bisnis.
    • Dari sisi perusahaan/entitas bisnis, adalah perbedaan antara total aset (setelah penyusutan, deplesi dan amortisasi) dan total kewajiban suatu bisnis sebagaimana tercantum dalam neraca. Dalam hal ini, nilai buku yang dimaksud adalah nilai buku bersih, nilai bersih, nilai ekuitas pemegang saham.
  2. Perusahaan/Entitas Bisnis. Suatu organisasi komersial, industri, atau jasa yang melakukan aktivitas/kegiatan ekonomi.
  3. Kapitalisasi
    • Konversi realisasi atau perkiraan pendapatan bersih atau serangkaian penerimaan bersih menjadi nilai modal yang ekivalen dalam suatu periode pada waktu tertentu.
    • Dalam penilaian bisnis, istilah ini merujuk pada struktur permodalan suatu bisnis dari sebuah perusahaan/entitas bisnis.
    • Dalam penilaian bisnis, istilah ini juga merujuk lebih kepada pengakuan pengeluaran sebagai aset modal/investasi daripada pengeluaran berkala.
  4. Faktor Kapitalisasi. Setiap pengali atau pembagi yang digunakan untuk mengkonversi pendapatan menjadi sebuah nilai.
  5. Tingkat Kapitalisasi. Setiap pembagi (biasanya dinyatakan dalam persentase) yang digunakan untuk mengkonversi pendapatan menjadi sebuah nilai (capital value).
  6. Arus Kas
    • Arus Kas Kotor; Laba bersih setelah pajak, ditambah dengan komponen bukan kas seperti depresiasi dan amortisasi.
    • Arus Kas Bersih; Sejumlah kas yang tersisa setelah semua kebutuhan kas untuk bisnis terpenuhi selama masa operasi. Arus Kas Bersih biasanya diartikan sebagai kas yang tersedia untuk ekuitas atau modal yang diinvestasikan.
    • Arus Kas Bersih Ekuitas; Laba bersih setelah pajak, ditambah dengan depresiasi dan komponen bukan kas lainnya, dikurangi kenaikan modal kerja, dikurangi belanja modal (capital expenditure), dikurangi penurunan pokok pinjaman modal investasi, ditambah kenaikan pokok pinjaman investasi.
    • Arus Kas Bersih Modal Investasi; Arus kas bersih ekuitas, ditambah dengan pembayaran bunga setelah penyesuaian pajak, dikurangi kenaikan bersih pokok pinjaman.
  7. Tingkat Diskonto. Tingkat pengembalian yang digunakan untuk mengkonversi sejumlah uang, utang atau piutang di masa mendatang, menjadi nilai kini. Rata-rata tertimbang dari tingkat diskonto yang diterapkan pada aset tak berwujud dan pada asset berwujud seharusnya berkaitan dengan rata-rata tertimbang dari biaya modal untuk suatu bisnis.
  8. Umur Ekonomis. Periode selama properti masih menguntungkan untuk digunakan. Umur ekonomis dapat bervariasi tergantung pada tingkat pengembangan industri dan iklim peraturan yang berlaku.
  9. Tanggal Efektif. Tanggal dimana opini penilaian yang dihasilkan Penilai berlaku.
  10. Perusahaan. Lihat definisi pada KPUP - Jenis Properti
  11. Going Concern. Bisnis yang sedang berjalan/beroperasi.
    Entitas biasanya dianggap sebagai bisnis yang sedang berjalan, yaitu kegiatan operasi yang berlangsung sampai masa mendatang. Diasumsikan bahwa entitas tidak memiliki maksud atau keperluan untuk likuidasi atau memperkecil skala operasinya secara material.
  12. Goodwill
    • Manfaat ekonomi di masa mendatang yang diperoleh dari asset yang tidak dapat diidentifikasi secara individual maupun diakui secara terpisah.
    • Personal Goodwill. Nilai keuntungan yang melebihi dan di atas harapan pasar, tidak termasuk dalam penjualan Properti dengan Bisnis Khusus (PBK), beserta faktor keuangan yang terkait secara spesifik dengan pengelola bisnis pada saat itu, seperti perpajakan, kebijakan depresiasi, biaya pinjaman dan modal yang diinvestasikan dalam bisnis.
    • Goodwill yang dapat dialihkan (Transferable Goodwill). Aset tak berwujud yang muncul sebagai akibat dari nama khusus dari properti dan reputasi, dukungan pelanggan, lokasi, produk dan faktor sejenis yang menghasilkan keuntungan ekonomis. Hal ini melekat pada Property dengan Bisnis Khusus dan akan dialihkan melalui penjualan kepada pemilik baru.
  13. Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan. Cara yang lazim untuk memperkirakan indikasi nilai aset tak berwujud adalah menggunakan satu atau lebih metode dengan mengkonversi manfaat yang diantisipasi menjadi nilai modal.
  14. Aset tak berwujud. Aset yang mewujudkan dirinya melalui properti-properti ekonomis. Aset ini tidak mempunyai substansi fisik; memberikan hak-hak dan keistimewaan kepada pemiliknya dan biasanya menghasilkan pendapatan bagi pemilliknya. Aset tak berwujud dapat dikategorikan sebagai yang berasal dari hak-hak (rights), hubungan (relationship), kelompok asset tak berwujud (grouped intangibles), atau kekayaan intelektual (intellectual property).
    • Hak-hak (Rights) muncul berdasarkan persyaratan dalam kontrak, tertulis maupun tidak tertulis, yang memberikan manfaat ekonomis kepada para pihak. Misalnya adalah kontrak pengadaan, kontrak distribusi, kontrak penyediaan, dan ijin lisensi.
    • Hubungan (Relationships) antara para pihak biasanya tidak berdasarkan kontrak, dafat bersifat jangka pendek, dan dapat memiliki nilai yang tinggi bagi para pihak. Misalnya gugus tenaga kerja, hubungan dengan pelanggan, hubungan dengan pemasok/supplier, hubungan dengan distributor, dan hubungan terstruktur antara para pihak.
    • Kelompok asset tak berwujud (grouped intangibles) adalah nilai aset tak berwujud yang tersisa setelah semua aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi selesai dinilai dan dikurangkan dari total nilai aset tak berwujud. Konsep alternatif termasuk juga dukungan, pendapatan berlebih, dan nilai residu/sisa. Kelompok tak berwujud kadangkala disebut juga sebagai Goodwill. Goodwill seringkali dinyatakan sebagai kecenderungan pelanggan untuk kembali ke tempat bisnis tersebut, pendapatan lebih yang didapat dari bisnis yang melampaui atau di atas pengembalian wajar terhadap aset yang diidentifikasikan tersebut, dan/atau nilai lebih dari entitas secara keseluruhan melebihi dan di atas dari nilai penjumlahan aset yang dapat diidentifikasi sebagai bagian-bagiannya.
    • Kekayaan Intelektual adalah klasifikasi khusus dari aset tak berwujud karena biasanya dilindungi oleh hukum dari penggunaan tanpa ijin oleh pihak lain. Misalnya adalah merek, atau nama dagang; hak cipta; paten; buatan; merek dagang; rahasia dagang, atau pengetahuan.
    • Secara umum, profesi akuntansi membatasi pengakuan atas aset tak berwujud secara individual sebagai yang dapat diakui secara umum, memiliki umur sisa sesuai dengan peraturan atau kontrak, dan/atau haruslah dapat dipindah tangankan secara inndividual dan dapat dipisahkan dari bisnis.
  15. Properti tak berwujud. Hak-hak dan keistimewaan yang melekat pada pemilik aset tak berwujud.
  16. Umur secara Hukum. Umur aset tak berwujud yang diperbolehkan undang-undang.
  17. Pendekatan Pasar. Cara yang umum untuk memperkirakan indikasi nilai aset tak berwujud dengan menggunakan satu atau lebih metode yang membandingkan aset yang dinilai dengan aset sejenis yang telah dijual.
  18. Nilai Pasar. Lihat definisi pada SPI 1-3.1
  19. Tingkat Pengembalian. Sejumlah pendapatan (kerugian) dan/atau perubahan nilai yang terealisasi atau diantisipasi dalam suatu investasi, dinyatakan dalam bentuk persentase dari investasi.
  20. Biaya Penggantian Baru. Biaya saat ini untuk pengadaan/pembelian properti baru yang sejenis dan mempunyai kegunaan yang ekivalen dengan properti yang dinilai.
  21. Tanggal Laporan. Tanggal Laporan penilaian. Kemungkinan sama atau berbeda dengan tanggal penilaian.
  22. Biaya Reproduksi Baru. Biaya saat ini untuk pengadaan properti yang identik dalam keadaan baru.
  23. Pendekatan Penilaian. Secara umum adalah cara mengestimasi nilai dengan menggunakan satu atau lebih metode penilaian yang spesifik. (Lihat definisi Pendekatan Berbasis Asset, Pendekatan Pasar, dan Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan).
  24. Metode Penilaian. Cara atau teknik dalam pendekatan penilaian dalam memperkirakan nilai.
  25. Prosedur Penilaian. Perlakuan, cara, dan teknik melaksanakan langkah-langkah dalam metode penilaian.
  26. Rasio Penilaian. Faktor dimana nilai atau harga sebagai pengali dan data keuangan, operasional, atau data fisik sebagai pembagi.
  27. Nilai dalam Penggunaan. Lihat definisi pada SPI 2-3.1. Jenis nilai ini menitik beratkan pada nilai yang diberikan oleh properti khusus kepada entitas sebagai bagian darinya tanpa mengacu kepada prinsip penggunaan yang terbaik dan tertinggi (the highest and the best use) atau sejumlah uang yang mungkin terjadi pada saat penjualan. Nilai dalam Penggunaan adalah nilai yang dimiliki properti khusus, dengan penggunaan khusus, untuk pemakai yang khusus, sehingga tidak berkaitan dengan pasar.
4.0 Hubungan terhadap Standar Akuntansi
  1. Penilaian aset tak berwujud biasa digunakan sebagai dasar pembuatan alokasi nilai untuk berbagai aset untuk membantu dalam penyusunan kembali laporan keuangan. Dalam konteks ini, Penilai aset tak berwujud merefleksikan Nilai Pasar atas semua komponen dalam neraca bisnis agar sesuai dengan Standar Akuntansi, sesuai dengan kesepakatan yang menggambarkan pengaruh perubahan harga.
  2. IAS 38 merumuskan perlakuan akuntansi bagi aset tak berwujud, membahas kriteria yang harus dipenuhi aset tak berwujud untuk dapat diakui sebagai aset, menentukan jumah tercatat dari aset tak berwujud, dan mengemukakan persyaratan pengungkapan untuk aset tak berwujud.
5.0 Panduan Penerapan
  1. Penilaian aset tak berwujud diperlukan untuk beberapa kemungkinan penggunaan, termasuk akuisisi dan penjualan bisnis atau bagian dari bisnis, penggabungan, penjualan aset tak berwujud, laporan keuangan dan sejenisnya.
    • Apabila tujuan penilaian membutuhkan estimasi Nilai Pasar, penilai harus menerapkan definisi, proses, dan metodologi yang konsisten sesuai dengan SPI 1.
    • Apabila diperlukan dasar nilai selain Nilai Pasar, Penilai harus secara jelas mengidentifikasi jenis nilai yang terkait, mendefinisikan nilai tersebut, dan mengambil langkah yang diperlukan untuk membedakan nilai yang diperkirakan dengan estimasi Nilai Pasar.
  2. Jika dalam pendapat Penilai aspek tertentu dalam suatu penugasan mengindikasikan adanya penyimpangan dari SPI, hal ini harus diungkapkan dan alasan untuk penyimpangan diungkapkan Laporan Penilaian yang diterbitkan oleh Penilai. Persyaratan penyusunan Laporan Penilaian tersebut akan mengikuti KEPI dan SPI 3 tentang Pelaporan Penilaian.
  3. Penilai akan mengambil langkah untuk meyakinkan bahwa semua sumber data dapat diandalkan dan layak untuk melaksanakan penilaian. Pada umumnya, adalah di luar ruang lingkup penilai untuk melakukan verifikasi lengkap mengenai akurasi dan kelayakan sumber data sekunder atau tersier yang akan digunakan dalam penilaian. Berkaitan dengan hal tersebut, Penilai seharusnya memverifikasi akurasi dan kewajaran dari sumber data sebagaimana diwajibkan di pasar dan kelaziman dalam penilaian.
  4. Penilai aset tak berwujud sering kali harus bersandar kepada informasi yang diterima dari klien atau dari perwakilan klien. Sumber data tersebut harus dikutip oleh Penilai dalam Laporan Penilaian dan data tersebut hendaknya telah diverifikasi, jika memungkinkan. Persyaratan pelaporan penilaian dibahas di KEPI dan SPI 3 Pelaporan Penilaian.
  5. Meskipun banyak dari prinsip, metode, dan teknik penilaian aset tak berwujud sejenis dengan bidang penilaian lainnya, penilaian aset tak berwujud memerlukan pendidikan khusus, pelatihan, ketrampilan dan pengalaman.
  6. Uraian penugasan penilaian harus mencakup :
    • Identifikasi aset tak berwujud, atau hak kepemilikan atas aset tak berwujud yang dinilai;
    • Tanggal Efektif Penilaian;
    • Definisi Nilai;
    • Pemilik Hak; dan
    • Maksud dan Tujuan Penilaian
  7. Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh Penilai aset tak berwujud meliputi:
    • Hak-hak, keistimewaan, atau kondisi yang melekat pada hak kepemilikan
      • Hak kepemilikan dinyatakan dalam berbagai dokumen legal. Di dalam yurisdiksi hukum Indonesia, dokumen ini biasa disebut paten, merek dagang, cap, pengetahuan, basis data, hak penggandaan, dan lain sebagainya.
      • Pemilik hak terikat oleh dokumen yang mencatat hak-haknya atas aset tak berwujud. Hak-hak dan kondisi-kondisi terdapat dalam perjanjian atau pertukaran korespondensi, dan hak-hak tersebut dapat atau tidak dapat dipindahkan kepada pemilik hak yang baru.
    • Sisa umur ekonomi dan/atau umur hukum (masa berlaku) aset tak berwujud.
    • Kapasitas aset tak berwujud untuk menghasilkan pendapatan.
    • Sifat dan sejarah aset tak berwujud. Karena nilai merupakan manfaat dari suatu kepemilikan yang akan datang, sejarah aset tak berwujud berguna untuk memberikan panduan mengenai harapan atas aset tak berwujud di masa yang akan datang.
    • Gambaran ekonomi yang dapat mempengaruhi aset tak berwujud, termasuk keadaan politik dan kebijakan Pemerintah. Hal-hal seperti nilai tukar, inflasi, dan suku bunga dapat mempengaruhi aset tak berwujud yang dioperasikan dalam sektor ekonomi secara berbeda.
    • Kondisi dan gambaran masa depan dari industri spesifik yang dapat mempengaruhi aset tak berwujud.
    • Nilai aset tak berwujud dapat juga terkandung dalam aset yang tak dapat dipisahkan dan biasa disebut Goodwill. Perlu dicatat bahwa nilai Goodwill dalam konteks ini sama dengan Goodwill secara akuntansi, dimana keduanya adalah nilai sisa (biaya historis dalam istilah akuntansi) setelah semua aset lainnya telah diperhitungkan.
    • Transaksi terdahulu dari hak kepemilikan atas aset tak berwujud.
    • Data pasar lainnya, misalnya tingkat pengembalian dalam investasi alternatif dan lain-lain.
    • Harga pasar untuk mengakuisisi hak atas aset tak berwujud yang sejenis atau aset tak berwujud lainnya.
      • Biasanya, tertutama dalam penggunaan transaksi akuisisi, informasi yang memadai cukup sulit atau bahkan tidak mungkin diperoleh. Walaupun harga transaksi aktual yang terjadi mungkin diketahui, Penilai mungkin tidak mengetahui adanya garansi dan gantirugi yang diberikan oleh penjual, kondisi tertentu yang diberikan atau diterima, atau pengaruh rencana perpajakan (taxation planning) terhadap transaksi tersebut.
      • Data pembanding harus selalu digunakan dengan kehati-hatian, dan beberapa penyesuaian mungkin harus dilakukan.
    • Penyesuaian laporan keuangan historis untuk memperkirakan kemampuan ekonomis dan prospek aset tak berwujud.
    • Setiap informasi lainnya yang dipandang relevan oleh penilai.
  8. Pendekatan Penilaian Aset tak Berwujud
    • Pendekatan Pasar (Market Sales Comparison approach)
      • Pendekatan Pasar membandingkan aset tak berwujud yang dinilai dengan aset tak berwujud yang sejenis atau hak kepemilikan aset tak berwujud dan sekuritas yang telah dijual di pasar bebas.
      • Dua sumber data yang umum digunakan dalam pendekatan pasar adalah pasar dimana hak kepemilikan atas aset tak berwujud yang sejenis diperdagangkan dan transaksi terdahulu atas hak kepemilikan aset tak berwujud yang dinilai.
        • Harus terdapat alasan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk membandingkan dan bergantung kepada aset tak berwujud sejenis dalam pendekatan pasar. Aset tak berwujud yang sejenis ini seharusnya dalam industri yang sama atau dalam sebuah industri yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang sama. Perbandingan harus dilakukan dengan cara yang memadai dan tidak boleh menyesatkan.
      • Melalui analisis atas akuisisi aset tak berwujud, Penilai sering menghitung rasio penilaian, yang umumnya adalah harga dibagi dengan beberapa ukuran pendapatan atau nilai aset bersih. Penghitungan dan pemilihan rasio harus dilakukan dengan hati-hati.
        • Rasio yang dipilih harus memberikan informasi yang memadai tentang nilai aset tak berwujud.
        • Data tentang aset tak berwujud sejenis yang digunakan untuk menghitung rasio harus akurat.
        • Perhitungan rasio harus akurat.
        • Jika data tersebut dirata-rata, maka periode waktu yang dipertimbangkan dan metode perata-rataan (averaging method) tersebut harus sesuai.
        • Semua perhitungan harus dilakukan dengan cara yang sama, baik untuk aset tak berwujud yang sejenis maupun aset tak berwujud yang dinilai.
        • Data harga yang digunakan dalam rasio harus berlaku sesuai tanggal penilaian dan mencerminkan kondisi pasar pada saat itu.
        • Jika diperlukan, dilakukan penyesuaian agar aset tak berwujud yang sejenis dan aset tak berwujud yang dinilai lebih bisa diperbandingkan.
        • Penyesuaian mungkin diperlukan untuk hal-hal yang tidak biasa, sesekali terjadi, atau yang bersifat non operasional.
        • Rasio yang dipilih harus tepat sesuai dengan perbedaan dalam risiko dan harapan antara aset tak berwujud yang sejenis dan aset tak berwujud yang dinilai.
        • Beberapa nilai indikasi mungkin dihasilkan karena beberapa faktor pengali penilaian mungkin dipilih dan diaplikasikan terhadap aset tak berwujud yang dinilai.
      • Apabila transaksi sebelumnya atas aset tak berwujud yang dinilai dipergunakan sebagai panduan penilaian, mungkin perlu dilakukan penyesuaian untuk jangka waktu yang telah berlalu dan untuk perubahan keadaan ekonomi, industri dan aset tak berwujud.
    • Pendekatan pendapatan
      • Pendekatan pendapatan memperkirakan nilai aset tak berwujud atau hak atas kepemilikan aset tak berwujud dengan menghitung nilai kini atas keuntungan yang diantisipasi. Dua metode dalam pendekatan pendapatan yang umum adalah Kapitalisasi Langsung Pendapatan dan analisis Arus Kas Terdiskonto (DCF).
        • Dalam Kapitalisasi langsung, tingkat pendapatan yang dianggap mewakili dibagi dengan tingkat kapitalisasi atau dikalikan dengan pengali pendapatan (Faktor Kapitalisasi) untuk mengkonversi pendapatan menjadi nilai.
        • Pendapatan biasanya dialokasikan pada berbagai aset tak berwujud oleh Penilai. Pengalokasian pendapatan ke setiap aset individu harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melebihi pendapatan yang tersedia untuk seluruh aset.
        • Secara teori, pendapatan terdiri dari berbagai jenis pendapatan dan arus kas. Dalam prakteknya, ukuran pendapatan biasanya berupa pendapatan sebelum atau setelah pajak. Bila metode kapitalisasi dipergunakan, umur ekonomi aset haruslah tak terbatas atau sangat panjang.
        • Dalam analisis Arus Kas Terdiskonto dan/atau Metode Dividen, penerimaan kas diperkirakan untuk setiap periode di masa yang akan datang. Penerimaan tersebut dikonversi menjadi nilai dengan penerapan tingkat diskonto, menggunakan teknik nilai kini. Beberapa definisi arus kas dapat digunakan. Metode Diskonto biasanya digunakan untuk aset tak berwujud dengan umur ekonomi yang terbatas. Periode waktu yang terdapat dalam metode diskonto biasanya menggunakan mana yang lebih singkat antara untuk umur ekonomi atau umur hukum (periode yang terdefinisi dimana aset atau hak yang ada dilindungi secara hukum).
          • Umur ekonomi diukur sebagai periode saat aset tak berwujud diharapkan dapat memberikan tingkat pengembalian ekonomi kepada pemiliknya. Sebagai contoh adalah perangkat lunak komputer (computer software) yang mungkin diharapkan berumur 36 bulan sebelum perlu digantikan dengan versi yang lebih baru.
          • Umur secara hukum diukur pada periode ketika aset tak berwujud dapat dilindungi oleh hukum. Sebagai contoh adalah hak paten yang mempunyai umur tertentu dan kemudian dengan berjalannya waktu menjadi nol.
        • Tingkat kapitalisasi dan tingkat diskonto diperoleh dari pasar dan diekspresikan sebagai pengali harga (didapat dari data bisnis yang diperdagangkan atau transaksi publik) atau tingkat bunga (diambil dari data dalam investasi alternatif).
      • Pendapatan atau manfaat yang diantisipasi yang dikonversi menjadi nilai dengan menggunakan kalkulasi yang mempertimbangkan pertumbuhan yang diharapkan dan waktu dari manfaat yang didapatkan, resiko yang terkait dengan arus manfaat, dan nilai uang dalam waktu.
    • Pendekatan Biaya sering disebut biaya pengganti dan juga dikenal sebagai pendekatan aset yang disesuaikan.
      • Pendekatan yang didasarkan pada biaya diterapkan atas dasar prinsip substitusi yaitu sebuah aset tidak bernilai lebih tinggi dari biaya untuk mengganti semua bagiannya.
      • Dalam penerapan pendekatan biaya, biaya setiap komponen dalam penciptaan sebuah aset, termasuk keuntungan pengembang harus diperkirakan menggunakan pengetahuan yang dimiliki pada tanggal penilaian.
  9. Proses Rekonsiliasi
    • Kesimpulan nilai didasarkan pada :
      • Definisi nilai;
      • Semua informasi yang relevan pada tanggal penilaian yang diperlukan dalam kaitannya dengan ruang lingkup penugasan.
    • Kesimpulan nilai juga didasarkan pada indikasi nilai dari berbagai metode penilaian yang digunakan.
      • Pemilihan terhadap dan keyakinan pada pendekatan, metode, dan prosedur yang sesuai adalah tergantung pada pertimbangan Penilai.
      • Penilai harus menggunakan pertimbangannya ketika mengestimasi bobot relatif untuk setiap estimasi indikasi nilai yang dihasilkan dalam proses penilaian. Penilai harus memberikan pertimbangan yang rasional dalam menentukan metode penilaian yang digunakan dan bobot tertimbang atas metode tersebut dalam mencapai kesimpulan nilai yang direkonsiliasi.

Related Posts:

Tidak ada komentar: